Drs. Suwitadi Kusumo Dilogo, S.H, M.M., M.Si.
Pengurus Yayasan Perguruan Murni Surakarta
Banyak warga Kota Surakarta yang sudah tahu letak Tugu Kebangkitan Nasional yang lazimnya disebut "Tugu Lilin", tetapi banyak diantara mereka tidak tahu, mengapa Tugu itu dibangun, dan mengapa berujud lilin, dan mengapa setiap tanggal 20 Mei disekitar Tugu diadakan Upacara Bendera, sarasehan dan kegiatan lain.
Saat ini keadaan Tugu ini tidak terawat dengan baik, padahal tugu ini merupakan salah satu tonggak sejarah Bangsa Indonesia dalam menyongsong kemerdekaan bangsanya.
Penulis memang tidak melihat langsung pendirian Tugu Kebangsaan ini tetapi berdasarkan catatan serta pembicaraan dan berkumpul dengan tokoh-tokoh yang terlibat di dalamnya antara lain :
- Alm. KPH Saparno Wurjaningrat
- Alm. Suninto,
- Alm.KRHT. Sukamto Kusumotanoyo,
- Alm. KRHT Condro Nagoro,
- Alm. Murtejo,
- Alm. Saparto Wurjaningrat
Kami sajikan
tulisan ini dengan pertimbangan bahwa sudah semestinyalah setiap warga Negara
Indonesiakhususnya warga Kota Surakarta tahu riwayatnya
serta mau merawat serta melestarikannya.
Tugu ini selain merupakan Monumen Nasional juga merupakan
sumber inspirasi sehingga patut menjadi kebanggaan Nasional. Semoga
riwayat singkat ini ada gunanya bagi generasi penerus kita.
Bung Karno dalam
sebuah pidatonya yang sangat terkenal berjudul "Jas Merah, Jangan
Sekali-sekali Meninggalkan Sejarah". Sejarah bukan hanya untuk nostalgia, tetapi dengan melihat
sejarah kita mampu melihat mutiara-mutiara yang terpendam, baik berupa semangat, kebersamaan, solidaritas dalam mewujudkan
cita-cita, tetapi juga tantangan dan rintangan yang harus dihadapi.
Dalam rangka memberikan gambaran yang lebih jelas mengenai apa, siapa dan mengapa Tugu Kebangkitan Nasional dibangun di Kota Surakarta Hadiningrat, di kampung Penumping dan di tengah Kompleks Pendidikan sebab tanpa mengetahui riwayatnya, sulit bagi seorang untuk bisa merasa memilikinya apalagi mau untuk ikut menyayanginya.
Saya sungguh amat teringat salah satu tulisan beliau KGPAA Mangkunegoro yang berbunyi
Dalam rangka memberikan gambaran yang lebih jelas mengenai apa, siapa dan mengapa Tugu Kebangkitan Nasional dibangun di Kota Surakarta Hadiningrat, di kampung Penumping dan di tengah Kompleks Pendidikan sebab tanpa mengetahui riwayatnya, sulit bagi seorang untuk bisa merasa memilikinya apalagi mau untuk ikut menyayanginya.
Saya sungguh amat teringat salah satu tulisan beliau KGPAA Mangkunegoro yang berbunyi
“ Rumongso Andarbeni Melu Angrungkebi
Mulat SariroAngroso Wani “
(Merasa memiliki, ikut membelanya, serta mau instropeksi,
memberikan saran-saran demi perbaikan )
Tujuan
Tujuan ditulisnya riwayat Tugu
Kebangkitan Nasional ini untuk dijadikan sebagai sebuah bahan bagi masyarakat Surakarta dan bangsa Indonesia dalam melihat dan memandang
sebuah Monumen.
1. Memberikan
dorongan kepada generasi muda, bahwa generasi muda sebelumnya sudah banyak
berbuat dan berusaha dengan segala upaya untuk mewuj udkan citacitanya yaitu
kemerdekaan. Untuk mewuj udkannya mereka bahu membahu bekerja sama tanpa
mengenal suku, agama organisasi dan sebagainya tapi satu tekat, satu semangat.
2. Memberikan inspirasi pada generasi penerus bahwa bentuk-bentuk
dalam perjuangan bisa sangat bervariasi, tidak hanya lewat pertempuran tetapi
bisa lewatorganisasi
studi, kolaborasi dan sebagainya.
Riwayat Singkat
Tonggak-tonggak sejarah bangsa kita antara lain :
Tonggak-tonggak sejarah bangsa kita antara lain :
Berdirinya Gerakan Boedi Oetomo, Sumpah Pemuda dan puncaknya adalah Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia. Pengaruh nyata dari berdirinya Boedi Oetomo adalah kesadaran
bangsa Indonesia dalam memperjuangkan
kemerdekaan tidak hanya ditempuh dengan
senjata, tetapi bisa juga ditempuh dengan organisasi. Beberapa organisasi saat itu bermunculan dan organisasiorganisasi tersebut berhimpun dalam wadah yang disebut
PPPKI (Persatuan Pergerakan Politik Kebangsaan Indonesia).
Pada bulan Desember Tahun 1931 bertempat di Surabaya diadakan Konggres Indonesia Raya I oleh seluruh Pergerakan Bangsa Indonesia yang tergabung dalam PPPKI. Panitia Penyelenggara terdiri dari Pengurus Besar Persatuan Bangsa Indonesia (PBI) dan dibantu oleh perkumpulan danterutama yang ada di Surabaya, dan diketuai oleh Dr. Sutomo (salah seorang Pendiri Boedi Oetomo).
Surabaya dipilih sebagai tempat Konggres bertepatan dengan diresmikannya Gedung Nasional Indonesia (GNI), yang sebenarnya gedung itu baru terwujud ± 2/3 bagian, dan beayanya merupakan hasil gotong royong dari seluruh rakyat Indonesia.
Gedung ini akhirnya disempurnakan oleh Pemerintah RI pada tahun 1964/1965 bertepatan dengan pengangkatan almarhum dr. Sutomo sebagai Perintis Kemerdekaan dan mendapat bintang Maha Putera. Dalam Konggres banyak hal yang dibahas, salah satu Keputusan Konggres Indonesia Raya I adanya "Tugu Nasional" guna memperingati 25 tahun pergerakan Bangsa Indonesia (1908 - 1933).
Adapun perencanaan dan pelaksanaan diserahkan kepada Pengurus Besar BO.Pergerakan Bangsa Indonesia yang tertua berkedudukan di Sala dibantu olehn seluruh rakyat Indonesia. Pendirian Tugu Nasional ini diketuai oleh KRT Woerjaningrat, Ketua PB Boedi Oetomo.
Hambatan - Hambatan
Untuk memilih kota yang akan ditempati tidaklah mudah, tiga kota sudah dipilih yaitu Surabaya, Jakarta dan Semarang. Tetapi tiga-tiganya tidak didapatkan ijin dan lokasi yang cocok.
Pada bulan Desember Tahun 1931 bertempat di Surabaya diadakan Konggres Indonesia Raya I oleh seluruh Pergerakan Bangsa Indonesia yang tergabung dalam PPPKI. Panitia Penyelenggara terdiri dari Pengurus Besar Persatuan Bangsa Indonesia (PBI) dan dibantu oleh perkumpulan danterutama yang ada di Surabaya, dan diketuai oleh Dr. Sutomo (salah seorang Pendiri Boedi Oetomo).
Surabaya dipilih sebagai tempat Konggres bertepatan dengan diresmikannya Gedung Nasional Indonesia (GNI), yang sebenarnya gedung itu baru terwujud ± 2/3 bagian, dan beayanya merupakan hasil gotong royong dari seluruh rakyat Indonesia.
Gedung ini akhirnya disempurnakan oleh Pemerintah RI pada tahun 1964/1965 bertepatan dengan pengangkatan almarhum dr. Sutomo sebagai Perintis Kemerdekaan dan mendapat bintang Maha Putera. Dalam Konggres banyak hal yang dibahas, salah satu Keputusan Konggres Indonesia Raya I adanya "Tugu Nasional" guna memperingati 25 tahun pergerakan Bangsa Indonesia (1908 - 1933).
Adapun perencanaan dan pelaksanaan diserahkan kepada Pengurus Besar BO.Pergerakan Bangsa Indonesia yang tertua berkedudukan di Sala dibantu olehn seluruh rakyat Indonesia. Pendirian Tugu Nasional ini diketuai oleh KRT Woerjaningrat, Ketua PB Boedi Oetomo.
Hambatan - Hambatan
Untuk memilih kota yang akan ditempati tidaklah mudah, tiga kota sudah dipilih yaitu Surabaya, Jakarta dan Semarang. Tetapi tiga-tiganya tidak didapatkan ijin dan lokasi yang cocok.
Akhirnya Surakarta merupakan pilihan utama sebab saat itu KRT Woerjaningrat bertempat tinggal di Surakarta menjabat sebagai Ketua Pergerakan Boedi Oetomo, sekaligus Ketua Vereeniging tot Bevordering Van Neutraal Onderwijsaan Inskeemscken to Soerakarta / Perkumpulan Perguruan Murni yang akhirnya menjadi Yayasan Perguruan Murni, mengambil inisiatif memilih beberapa tempat strategis antara Purwosari, Ngapeman dan Panggung Jebres.
Bahkan pada waktu itu akan didirikan dihalaman Rumah Woerjaningrat, tetapi tidak diperbolehkan.
Perlu dijelaskan disini setelah diikrarkannya Sumpah Pemuda pada tanggal 28 Nopember 1928 pengawasan Pemerintah Belanda terhadap Pergerakan Nasional kita semakin hari semakin keras, antara lain dengan Peraturan Karet yang terkenal dengan fatsal 153 bis dan ter atau onderwijs - verbod yang sangat ditentang oleh bangsa kita menjadikan ruang gerak yang sangat terbatas.
Akibatnya banyak kaum pergerakan yang hares meringkuk dihotel prodeo atau Penjara. Banyak orang tidak berani dengan terang-terangan masuk partai atau perkumpulan lain.
Pembangunan Tugu Lilin
Meskipun
ada kesulitan-kesulitan tetapi atas Karunia Tuhan Yang Maha Pemurah, dengan
perantaraan Sri Soenan Pakoe Boewono X, cita-cita rakyat Indonesia dapat
terlaksana pula.
Bapak Woerjaningrat menghadap raja untuk merencanakan dan mohon ijin pendirian Tugu Nasional di halaman Neutraale Schakel School, kepunyaan Neutraale School vereniging (sekarang Yayasan Perguruan Murni). dan Sri Soenan PB X berkenan memberikan ijin dan merestuinya.
Adapun pembangunan Tugu Nasional ini untuk pemilihan lambang dan ukurannya diserahkan pada beberapa Insinyur bangsa Indonesia yang diketuai oleh Ir. Danoenegoro.
Bapak Woerjaningrat menghadap raja untuk merencanakan dan mohon ijin pendirian Tugu Nasional di halaman Neutraale Schakel School, kepunyaan Neutraale School vereniging (sekarang Yayasan Perguruan Murni). dan Sri Soenan PB X berkenan memberikan ijin dan merestuinya.
Adapun pembangunan Tugu Nasional ini untuk pemilihan lambang dan ukurannya diserahkan pada beberapa Insinyur bangsa Indonesia yang diketuai oleh Ir. Danoenegoro.
Beberapa rencana dibuat dan akhirnya yang dipilih adalah rencana yang dibuat oleh Ir. Soetedjo, yaitu bangunan
yang berwujud "Tugu Lilin".
Tugu yang menjulang ke angkasa memberi penerangan kepada semua bangsa Indonesia itu telah sesuai dengan cita-cita dan cocok dengan realita pada saat itu, yakni memiliki cita-cita yang tinggi (luhur) dan dengan penerangan mampu menggugah semua rakyat untuk ikut memikulnya.
Lilin artinya penerang (suluh) memberikan cahaya di sekitarnya.
Menjulang keatas menatap cita-cita yang luhur (pada waktu iutru yang diharapkan adalah kemerdekaan).
Adapun pekerjaan pembuatannya dipercayakan kepada R.M. Sosrosaputro.
Perlu diketahui oleh kita, bahwa Tugu Kebangsaan yang ada di Penumping bukan hanya Tugunya Wong Solo, sebab, di bawah Tugu itu tersimpan bongkahan-bongkahan tanah yang diambil dari seluruh tanah di Indonesia.
Selain itu sesuai dengan suasana kebatinan bangsa Indonesia di dalamnya juga ditanam sebagian batu merah dari Keraton Surakarta, Keraton Kartosuro, Keraton Pajang. Juga diambil tanah yang berasal dari gunung Lawu.
Inilah nilai kebatinan yang diambil dari 4 (empat) arah mata angin dan sumbernya.
Adapun yang memiliki ide pengambilan gumpalan tanah tersebut adalah almarhum R.M. Soedarjo Tjokrosisworo (S.Tj.S), seorang tokoh wartawan yang cukup senior, almarhum merupakan salah seorang Pendiri Persatuan Djoernalis Indonesia dan Peratuan Wartawan Indonesia.
Almarhum juga Bapak Museum Pers di Solo. Kedudukan almarhum sebagai wartawan sekaligus Propagandis Boedi Oetomo, memudahkan untuk mengambil gumpalan tanah dari Sabang sampai Merauke, antara lain dari Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Bali, Ambon, dan lain-lainnya dari bumi Indonesia.
Adapun motivasi yang dikandung adalah dari satu daerah ke daerah lain, dari satu kota ke kota lain, supaya tetap tersambung menjadi satu atau bersatu, dan permohonan kepada Tuhan Yang Maha Pemurah tetap terjaganya dan dijaganya Persatuan Indonesia.
Sedangkan nilai "kebatinan "dikerjakan oleh "Eyang Warna" yangsering lebih dikenal dengan sebutan Eyang Nyo Pit.
Sebelum pembangunan dimulai almarhum mengumpulkan batu merah dari kerajaan Surakarta, Karatosuro, Pajang dan tanah dari gunung Lawu. Hal itu selain memperhatikan arah mata angin, juga memperhatikan keberadaan Tugu Kebangsaan itu bisa tersebar keseluruh penjuru mata angin juga melanjutkan cita-cita Persatuan, Keluhuran dan Kagungan.
Dengan kerja keras dan semangat membangun yang menyala - nyala akhirnya berdirilah Tugu Kebangsaan yang elok dikota Solo. Dan tinggal menunggu peresmian.
Setelah Malam Terbitlah Pagi Hari.
Rintangan belum berakhir, mendekati hari peresmian, masyarakat Belanda khususnya kaum Belanda Indo (I.E.V.) menjadi semakin gusar. Dengan serentak koran-koran Belanda menghasut Pemerintah Belanda untuk memerintahkan pembongkaran Tugu yang sudah berdiri itu, dengan menggunakan alasan jika Tugu itu tetap berdiri maka Pergerakan Indonesia akan semakin kuat dan akhimya akan membahayakan pemerintah Belanda."Van Solo begint de Victorie" kata mereka.
Mereka takut nanti akan terjadi penggalangan kekuatan yang besar yang dimulai dari Solo.
Setelah terjadi perundingan yang cukup alot antara Goevenoer Jendral dan Sri Soenan PB X akhirnya diputuskan
Tugu yang menjulang ke angkasa memberi penerangan kepada semua bangsa Indonesia itu telah sesuai dengan cita-cita dan cocok dengan realita pada saat itu, yakni memiliki cita-cita yang tinggi (luhur) dan dengan penerangan mampu menggugah semua rakyat untuk ikut memikulnya.
Lilin artinya penerang (suluh) memberikan cahaya di sekitarnya.
Menjulang keatas menatap cita-cita yang luhur (pada waktu iutru yang diharapkan adalah kemerdekaan).
Adapun pekerjaan pembuatannya dipercayakan kepada R.M. Sosrosaputro.
Perlu diketahui oleh kita, bahwa Tugu Kebangsaan yang ada di Penumping bukan hanya Tugunya Wong Solo, sebab, di bawah Tugu itu tersimpan bongkahan-bongkahan tanah yang diambil dari seluruh tanah di Indonesia.
Selain itu sesuai dengan suasana kebatinan bangsa Indonesia di dalamnya juga ditanam sebagian batu merah dari Keraton Surakarta, Keraton Kartosuro, Keraton Pajang. Juga diambil tanah yang berasal dari gunung Lawu.
Inilah nilai kebatinan yang diambil dari 4 (empat) arah mata angin dan sumbernya.
Adapun yang memiliki ide pengambilan gumpalan tanah tersebut adalah almarhum R.M. Soedarjo Tjokrosisworo (S.Tj.S), seorang tokoh wartawan yang cukup senior, almarhum merupakan salah seorang Pendiri Persatuan Djoernalis Indonesia dan Peratuan Wartawan Indonesia.
Almarhum juga Bapak Museum Pers di Solo. Kedudukan almarhum sebagai wartawan sekaligus Propagandis Boedi Oetomo, memudahkan untuk mengambil gumpalan tanah dari Sabang sampai Merauke, antara lain dari Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Bali, Ambon, dan lain-lainnya dari bumi Indonesia.
Adapun motivasi yang dikandung adalah dari satu daerah ke daerah lain, dari satu kota ke kota lain, supaya tetap tersambung menjadi satu atau bersatu, dan permohonan kepada Tuhan Yang Maha Pemurah tetap terjaganya dan dijaganya Persatuan Indonesia.
Sedangkan nilai "kebatinan "dikerjakan oleh "Eyang Warna" yangsering lebih dikenal dengan sebutan Eyang Nyo Pit.
Sebelum pembangunan dimulai almarhum mengumpulkan batu merah dari kerajaan Surakarta, Karatosuro, Pajang dan tanah dari gunung Lawu. Hal itu selain memperhatikan arah mata angin, juga memperhatikan keberadaan Tugu Kebangsaan itu bisa tersebar keseluruh penjuru mata angin juga melanjutkan cita-cita Persatuan, Keluhuran dan Kagungan.
Dengan kerja keras dan semangat membangun yang menyala - nyala akhirnya berdirilah Tugu Kebangsaan yang elok dikota Solo. Dan tinggal menunggu peresmian.
Setelah Malam Terbitlah Pagi Hari.
Rintangan belum berakhir, mendekati hari peresmian, masyarakat Belanda khususnya kaum Belanda Indo (I.E.V.) menjadi semakin gusar. Dengan serentak koran-koran Belanda menghasut Pemerintah Belanda untuk memerintahkan pembongkaran Tugu yang sudah berdiri itu, dengan menggunakan alasan jika Tugu itu tetap berdiri maka Pergerakan Indonesia akan semakin kuat dan akhimya akan membahayakan pemerintah Belanda."Van Solo begint de Victorie" kata mereka.
Mereka takut nanti akan terjadi penggalangan kekuatan yang besar yang dimulai dari Solo.
Setelah terjadi perundingan yang cukup alot antara Goevenoer Jendral dan Sri Soenan PB X akhirnya diputuskan
- Kata Pergerakan dalam Tulisan harus diganti dengan kata Kebangunan.
- Upacara pembukaan harus dilakukan dengan sangat sederhana dan bersifat terbatas.
Adapun tulisan yang diharapkan Kaum Pergerakan pada saat itu adalah:
Tugu Peringatan Pergerakan Kebangsaan
Indonesia
25 tahun
20 Mei 1908 - 20 Mei 1933
Indonesia
25 tahun
20 Mei 1908 - 20 Mei 1933
Sedangkan Pemerintah Belanda menghendaki :
Tugu Peringatan Kemajuan Rakyat Indonesia
25 tahun
25 tahun
Kemudian disepakati menjadi :
Tugu Peringatan Kebangunan Nasional
20 Mei 1908 -1948
20 Mei 1908 -1948
Tulisan yang menempel pada Tugu Nasional saat ini adalah
dibuat pada tahun 1988 , dengan menempelkan kata-kata asli seperti yang
diharapkan bangsa Indonesia tampak seperti gambar di bawah ini.
Hingga sekarang, Tugu itu masih tegap berdiri.
Dan setiap tanggal 20 Mei, Pemerintah Kota Solo mengadakan Upacara Bendera memperingati Hari Kebangkitan Nasional, tepat di sekitar pekarangan Tugu Lilin
Semoga bermanfaat :)
0 comments:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !