Dalam
kehidupan sering kita dengar orang mengatakan bahwa si X adalah orang
yang memiliki disiplin yang tinggi, sedangkan si Y orang yang kurang
disiplin. Sebutan orang yang memiliki disiplin tinggi biasanya tertuju
kepada orang yang selalu hadir tepat waktu, taat terhadap aturan,
berperilaku sesuai dengan norma-norma yang berlaku, dan sejenisnya.
Sebaliknya, sebutan orang yang kurang disiplin biasanya ditujukan kepada
orang yang kurang atau tidak dapat mentaati peraturan dan ketentuan
berlaku, baik yang bersumber dari masyarakat (konvensi-informal),
pemerintah atau peraturan yang ditetapkan oleh suatu lembag tertentu
(organisasional-formal).
Seorang
siswa dalam mengikuti kegiatan belajar di sekolah tidak akan lepas dari
berbagai peraturan dan tata tertib yang diberlakukan di sekolahnya, dan
setiap siswa dituntut untuk dapat berperilaku sesuai dengan aturan dan
tata tertib yang yang berlaku di sekolahnya. Kepatuhan dan ketaatan
siswa terhadap berbagai aturan dan tata tertib yang yang berlaku di
sekolahnya itu biasa disebut disiplin siswa. Sedangkan peraturan, tata
tertib, dan berbagai ketentuan lainnya yang berupaya mengatur perilaku
siswa disebut disiplin sekolah. Disiplin sekolah adalah usaha sekolah
untuk memelihara perilaku siswa agar tidak menyimpang dan dapat
mendorong siswa untuk berperilaku sesuai dengan norma, peraturan dan
tata tertib yang berlaku di sekolah. Menurut Wikipedia (1993) bahwa
disiplin sekolah “refers to students complying with a code of behavior
often known as the school rules”. Yang dimaksud dengan aturan sekolah
(school rule) tersebut, seperti aturan tentang standar berpakaian
(standards of clothing), ketepatan waktu, perilaku sosial dan etika
belajar/kerja. Pengertian disiplin sekolah kadangkala diterapkan pula
untuk memberikan hukuman (sanksi) sebagai konsekuensi dari pelanggaran
terhadap aturan, meski kadangkala menjadi kontroversi dalam menerapkan
metode pendisiplinannya, sehingga terjebak dalam bentuk kesalahan
perlakuan fisik (physical maltreatment) dan kesalahan perlakuan
psikologis (psychological maltreatment), sebagaimana diungkapkan oleh
Irwin A. Hyman dan Pamela A. Snock dalam bukunya “Dangerous School”
(1999).
Berkenaan dengan tujuan disiplin sekolah, Maman Rachman (1999) mengemukakan bahwa tujuan disiplin sekolah adalah : (1) memberi dukungan bagi terciptanya perilaku yang tidak menyimpang, (2) mendorong siswa melakukan yang baik dan benar, (3) membantu siswa memahami dan menyesuaikan diri dengan tuntutan lingkungannya dan menjauhi melakukan hal-hal yang dilarang oleh sekolah, dan (4) siswa belajar hidup dengan kebiasaan-kebiasaan yang baik dan bermanfaat baginya serta lingkungannya.
Berkenaan dengan tujuan disiplin sekolah, Maman Rachman (1999) mengemukakan bahwa tujuan disiplin sekolah adalah : (1) memberi dukungan bagi terciptanya perilaku yang tidak menyimpang, (2) mendorong siswa melakukan yang baik dan benar, (3) membantu siswa memahami dan menyesuaikan diri dengan tuntutan lingkungannya dan menjauhi melakukan hal-hal yang dilarang oleh sekolah, dan (4) siswa belajar hidup dengan kebiasaan-kebiasaan yang baik dan bermanfaat baginya serta lingkungannya.
Sementara
itu, dengan mengutip pemikiran Moles, Joan Gaustad (1992) mengemukakan:
“School discipline has two main goals: (1) ensure the safety of staff
and students, and (2) create an environment conducive to learning”.
Sedangkan Wendy Schwartz (2001) menyebutkan bahwa “the goals of
discipline, once the need for it is determined, should be to help
students accept personal responsibility for their actions, understand
why a behavior change is necessary, and commit themselves to change”.
Hal senada dikemukakan oleh Wikipedia (1993) bahwa tujuan disiplin
sekolah adalah untuk menciptakan keamanan dan lingkungan belajar yang
nyaman terutama di kelas. Di dalam kelas, jika seorang guru tidak mampu
menerapkan disiplin dengan baik maka siswa mungkin menjadi kurang
termotivasi dan memperoleh penekanan tertentu, dan suasana belajar
menjadi kurang kondusif untuk mencapai prestasi belajar siswa.
Keith Devis mengatakan, “Discipline is management action to enforce organization standarts” dan oleh karena itu perlu dikembangkan disiplin preventif dan korektif. Disiplin preventif, yakni upaya menggerakkan siswa mengikuti dan mematuhi peraturan yang berlaku. Dengan hal itu pula, siswa berdisiplin dan dapat memelihara dirinya terhadap peraturan yang ada. Disiplin korektif, yakni upaya mengarahkan siswa untuk tetap mematuhi peraturan. Bagi yang melanggar diberi sanksi untuk memberi pelajaran dan memperbaiki dirinya sehingga memelihara dan mengikuti aturan yang ada.
Membicarakan tentang disiplin sekolah tidak bisa dilepaskan dengan persoalan perilaku negatif siswa. Perilaku negatif yang terjadi di kalangan siswa remaja pada akhir-akhir ini tampaknya sudah sangat mengkhawarirkan, seperti: kehidupan sex bebas, keterlibatan dalam narkoba, gang motor dan berbagai tindakan yang menjurus ke arah kriminal lainnya, yang tidak hanya dapat merugikan diri sendiri, tetapi juga merugikan masyarakat umum. Di lingkungan internal sekolah pun pelanggaran terhadap berbagai aturan dan tata tertib sekolah masih sering ditemukan yang merentang dari pelanggaran tingkat ringan sampai dengan pelanggaran tingkat tinggi, seperti : kasus bolos, perkelahian, nyontek, pemalakan, pencurian dan bentuk-bentuk penyimpangan perilaku lainnya.Tentu saja, semua itu membutuhkan upaya pencegahan dan penanggulangganya, dan di sinilah arti penting disiplin sekolah.
Penyebab Terjadinya Penyimpangan Prilaku
Perilaku
siswa terbentuk dan dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain
faktor lingkungan, keluarga dan sekolah. Tidak dapat dipungkiri bahwa
sekolah merupakan salah satu faktor dominan dalam membentuk dan
mempengaruhi perilaku siswa. Di sekolah seorang siswa berinteraksi
dengan para guru yang mendidik dan mengajarnya. Sikap, teladan,
perbuatan dan perkataan para guru yang dilihat dan didengar serta
dianggap baik oleh siswa dapat meresap masuk begitu dalam ke dalam hati
sanubarinya dan dampaknya kadang-kadang melebihi pengaruh dari orang
tuanya di rumah. Sikap dan perilaku yang ditampilkan guru tersebut pada
dasarnya merupakan bagian dari upaya pendisiplinan siswa di sekolah.
Brown dan Brown mengelompokkan beberapa penyebab perilaku siswa yang indisiplin, sebagai berikut:
Brown dan Brown mengelompokkan beberapa penyebab perilaku siswa yang indisiplin, sebagai berikut:
1. Perilaku tidak disiplin bisa disebabkan oleh guru
2. Perilaku tidak disiplin bisa disebabkan oleh sekolah; kondisi sekolah yang kurang menyenangkan, kurang teratur, dan lain-lain dapat menyebabkan perilaku yang kurang atau tidak.
3. Perilaku tidak disiplin bisa disebabkan oleh siswa , siswa yang berasal dari keluarga yang broken home.
4.
Perilaku tidak disiplin bisa disebabkan oleh kurikulum, kurikulum yang
tidak terlalu kaku, tidak atau kurang fleksibel, terlalu dipaksakan dan
lain-lain bisa menimbulkan perilaku yang tidak disiplin, dalam proses
belajar mengajar pada khususnya dan dalam proses pendidikan pada
umumnya.
Cara Penyelesaiannya
Sehubungan dengan permasalahan di atas, seorang guru harus mampu menumbuhkan disiplin dalam diri siswa, terutama disiplin diri. Dalam kaitan ini, guru harus mampu melakukan hal-hal sebagai berikut :
1. Membantu
siswa mengembangkan pola perilaku untuk dirinya; setiap siswa berasal
dari latar belakang yang berbeda, mempunyai karakteristik yang berbeda
dan kemampuan yang berbeda pula, dalam kaitan ini guru harus mampu
melayani berbagai perbedaan tersebut agar setiap siswa dapat menemukan
jati dirinya dan mengembangkan dirinya secara optimal.
2. Membantu
siswa meningkatkan standar prilakunya karena siswa berasal dari
berbagai latar belakang yang berbeda, jelas mereka akan memiliki
standard prilaku tinggi, bahkan ada yang mempunyai standard prilaku yang
sangat rendah. Hal tersebut harus dapat diantisipasi oleh setiap guru
dan berusaha meningkatkannya, baik dalam proses belajar mengajar maupun
dalam pergaulan pada umumnya.
3. Menggunakan
pelaksanaan aturan sebagai alat; di setiap sekolah terdapat
aturan-aturan umum. Baik aturan-aturan khusus maupun aturan umum.
Perturan-peraturan tersebut harus dijunjung tinggi dan dilaksanakan
dengan sebaik-baiknya, agar tidak terjadi pelanggaran-pelanggaran yang
mendorong perilaku negatif atau tidak disiplin.
Pengemukaan Para Ilmuan
Selanjutnya, Brown dan Brown mengemukakan pula tentang pentingnya disiplin dalam proses pendidikan dan pembelajaran untuk mengajarkan hal-hal sebagai berikut :
1.
Rasa hormat terhadap otoritas/ kewenangan; disiplin akan menyadarkan
setiap siswa tentang kedudukannya, baik di kelas maupun di luar kelas,
misalnya kedudukannya sebagai siswa yang harus hormat terhadap guru dan
kepala sekolah.
2. Upaya untuk menanamkan kerja sama; disiplin dalam proses belajar mengajar dapat dijadikan
sebagai upaya untuk menanamkan kerjasama, baik antara siswa, siswa dengan guru, maupun
siswa dengan lingkungannya.
3. Kebutuhan untuk berorganisasi; disiplin dapat dijadikan sebagai upaya untuk menanamkan
dalam diri setiap siswa mengenai kebutuhan berorganisasi.
4. Rasa hormat terhadap orang lain; dengan ada dan dijunjung tingginya disiplin dalam proses
belajar
mengajar, setiap siswa akan tahu dan memahami tentang hak dan
kewajibannya, serta akan menghormati dan menghargai hak dan kewajiban
orang lain.
5.
Kebutuhan untuk melakukan hal yang tidak menyenangkan; dalam kehidupan
selalu dijumpai hal yang menyenangkan dan yang tidak menyenangkan.
Melalui disiplin siswa dipersiapkan untuk mampu menghadapi hal-hal yang
kurang atau tidak menyenangkan dalam kehidupan pada umumnya dan dalam
proses belajar mengajar pada khususnya.
6.
memperkenalkan contoh perilaku tidak disiplin; dengan memberikan contoh
perilaku yang tidak disiplin diharapkan siswa dapat menghindarinya atau
dapat membedakan mana perilaku disiplin dan yang tidak disiplin.
Sementara
itu, Reisman dan Payne (E. Mulyasa, 2003) mengemukakan strategi umum
merancang disiplin siswa, yaitu : (1) konsep diri; untuk menumbuhkan
konsep diri siswa sehingga siswa dapat berperilaku disiplin, guru
disarankan untuk bersikap empatik, menerima, hangat dan terbuka; (2)
keterampilan berkomunikasi; guru terampil berkomunikasi yang efektif
sehingga mampu menerima perasaan dan mendorong kepatuhan siswa; (3)
konsekuensi-konsekuensi logis dan alami; guru disarankan dapat
menunjukkan secara tepat perilaku yang salah, sehingga membantu siswa
dalam mengatasinya; dan memanfaatkan akibat-akibat logis dan alami dari
perilaku yang salah; (4) klarifikasi nilai; guru membantu siswa dalam
menjawab pertanyaannya sendiri tentang nilai-nilai dan membentuk sistem
nilainya sendiri; (5) analisis transaksional; guru disarankan guru
belajar sebagai orang dewasa terutama ketika berhadapan dengan siswa
yang menghadapi masalah; (6) terapi realitas; sekolah harus berupaya
mengurangi kegagalan dan meningkatkan keterlibatan. Guru perlu bersikap
positif dan bertanggung jawab; dan (7) disiplin yang terintegrasi;
metode ini menekankan pengendalian penuh oleh guru untuk mengembangkan
dan mempertahankan peraturan; (8 ) modifikasi perilaku; perilaku salah
disebabkan oleh lingkungan. Oleh karena itu, dalam pembelajaran perlu
diciptakan lingkungan yang kondusif; (9) tantangan bagi disiplin; guru
diharapkan cekatan, sangat terorganisasi, dan dalam pengendalian yang
tegas. Pendekatan ini mengasumsikan bahwa peserta didik akan menghadapi
berbagai keterbatasan pada hari-hari pertama di sekolah, dan guru perlu
membiarkan mereka untuk mengetahui siapa yang berada dalam posisi
sebagai pemimpin.
Sumber : penyimpanganprilakusiswadisekolah
0 comments:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !